1. Ibu Sejati
Kisah ini mirip dengan kejadian pada masa Nabi Sulaiman ketika masih muda.
Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang sama-sama ingin memiliki anak. Hakim rupanya mengalami kesulitan memutuskan dan menentukan perempuan yang mana sebenarnya yang menjadi ibu bayi itu.
Karena kasus berlarut-larut, maka terpaksa hakim menghadap Baginda Raja untuk minta bantuan. Baginda pun turun tangan. Baginda memakai taktik rayuan. Baginda berpendapat mungkin dengan cara-cara yang amat halus salah satu, wanita itu ada yang mau mengalah. Tetapi kebijaksanaan Baginda Raja
Harun Al Rasyid justru membuat kedua perempuan makin mati-matian saling mengaku bahwa bayi itu adalah anaknya. Baginda berputus asa.
Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda memanggil Abu Nawas. Abu Nawas hadir menggantikan hakim. Abu Nawas tidak mau menjatuhkan putusan pada hari itu melainkan menunda sampai hari
berikutnya. Semua yang hadir yakin Abu Nawas pasti sedang mencari akal seperti yang biasa dilakukan. Padahal penundaan itu hanya disebabkan algojo tidak ada di tempat.
Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas memanggrl algojo dengan pedang di tangan. Abu Nawas memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja.
"Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?" kata kedua perempuan itu saling memandang. Kemudian Abu Nawas melanjutkan dialog.
"Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?"
"Tidak, bayi itu adalah anakku." kata kedua perempuan itu serentak.
"Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah maka saya terpaksa membelah bayi itu menjadi dua sama rata." kata Abu Nawas mengancam.
Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit histeris.
"Jangan, tolong jangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu." kata perempuan kedua. Abu Nawas tersenyum lega. Sekarang topeng mereka sudah terbuka. Abu Nawas segera mengambil bayi itu dan langsurig menyerahkan kepada perempuan kedua.
Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya. Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih. Apalagi di depan mata. Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan Abu Nawas. Dan .sebagai rasa terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan. Tetapi Abu Nawas menolak. la lebih senang menjadi rakyat biasa.
2. Isi Hati Sang Gadis
Malam berikutnya, sang Raja memerintahkan kepada Abu Nawas untuk meneruskan kisah-kisah aneh dan ajaib, yang menjadi kegemaran sang Raja untuk mendengarkannya. Abu Nawas menjawab, “Dengan senang hati, wahai raja yang baik dan bahagia...”
Dikisahkan, wahai sang Raja, pelayan itu menceritakan kepada raja Cina bahawa pemuda itu berkata:
Seminggu kemudian para pedagang mendatangiku, meminta wang mereka, tetapi aku merayu mereka agar menunggu hingga seminggu lagi. Seminggu kemudian gadis itu datang selepas Subuh, menaiki keldai betina dan diiringi oleh pengawal dan dua orang hamba.
Dia memberi salam padaku dan setelah duduk di dalam kedai, berkata, “Aku terlambat membawakanmu wang untuk kain-kain itu. Panggillah seorang penukar wang dan terimalah wang ini.”
Aku memanggil seorang penukar wang, dan menukarkan wang untuk diberikan kepada para pedagang. Lalu dia dan aku duduk bercakap-cakap hingga kedai-kedai buka, dan pada saat itulah aku membayar hutangku pada setiap pedagang. Lalu gadis itu berkata padaku, “Tuan, ambilkan aku ini dan itu.”
Aku segera mengambilkan apa-apa yang diinginkannya dari para pedagang, lalu dia mengambilnya dan pergi, tanpa mengucapkan sepatah kata pun mengenai pembayarannya. Aku mula menyesali apa yang telah kulakukan, sebab harga dari apa yang telah kubeli untuknya adalah seribu dinar, dan aku berkata kepada diri sendiri:
“Sungguh sukar! Dia memberiku lima ribu dirham tetapi telah mengambil barang seharga seribu dinar, sedangkan para pedagang itu berurusan denganku dalam soal pembayaran. Tidak ada kekuatan dan kekuasaan, kecuali di tangan Tuhan, Yang Maha Kuat, Yang Maha Kuasa. Wanita yang baru saja berurusan denganku ini pastilah seorang penipu, dan aku bahkan tidak meminta alamatnya.”
Dia pergi selama lebih dari sebulan, hingga para pedagang mula mendesakku untuk membayar wang mereka dan kerana sudah terlalu lama hingga aku sudah tidak lagi mengharapkan kedatangannya, aku mengumpulkan seluruh kekayaanku untuk kujual. Tetapi suatu hari, ketika aku sedang duduk dengan sedih dan kebingungan, gadis itu datang dan duduk di kedaiku sambil berkata, “Ambillah timbangan dan ambil wangmu.” Lalu dia memberikan padaku wang seribu dinar dan kami berbincang dengan bebas dan aku merasa terhibur lagi. Lalu dia bertanya padaku, “Apakah engkau mempunyai isteri?”
Aku menjawab sambil menangis, “Tidak, aku belum pernah menikah.”
Dia bertanya, “Mengapa engkau menangis?”
Aku menjawab, “Tidak apa-apa.” Lalu aku merayu pengawalnya agar menjadi perantaraku dengannya untuk menyatakan isi hatiku. Tetapi pengawal itu tertawa dan berkata, “Demi Tuhan, dia lebih mencintaimu daripada engkau mencintainya. Dia tidak memerlukan kain-kain yang dibelinya darimu, tetapi dia melakukan itu kerana terdorong oleh rasa cintanya padamu. Katakan sendiri kepadanya apa yang menjadi impianmu.”
Lalu aku mendekati pelayan gadis itu seraya berkata padanya, “Bermurah hatilah dan izinkan aku untuk mengatakan padamu apa yang ada di dalam benakku supaya engkau sampaikan kepada gadis itu.” Lalu aku mengatakan padanya apa yang menjadi hasrat di hatiku dan dia setuju untuk menyampaikannya pada gadis itu.
“Engkau harus menyampaikan pesanku padanya,” kataku sambil meneruskan, “Lakukan apa saja yang dia minta.”
Malam berlalu tetapi mataku tidak terpejam sedangkan hatiku terus memikirkan gadis itu. Beberapa hari kemudian si pengawal mendatangiku....
Tiba-tiba fajar pun menyingsing. Abu Nawas terdiam, lalu sang Raja berkata, “Ceritamu benar-benar aneh dan indah!” Abu Nawas menjawab, “Esok malam ceritanya lagi menarik dan lagi indah.”
3. Isteri Khalifah dan Kotak-kotak Ajaib
Malam berikutnya, sang Raja memerintahkan kepada Abu Nawas untuk meneruskan kisah-kisah aneh dan ajaib. Abu Nawas menjawab, “Dengan senang hati, wahai raja yang baik dan bahagia...”
Dikisahkan, wahai sang Raja, pelayan itu menceritakan kepada raja Cina bahawa pemuda itu berkata:
Ketika si pengawal itu datang, aku menyambutnya dengan mesra dan murah hati, dan ketika aku menyoalnya tentang majikannya, dia menjawab, “Dia sedang mabuk cinta kepadamu.”
Lalu aku bertanya padanya, “Siapakah sebenarnya gadis itu?”
Dia menjawab, “Dia salah seorang dayang yang bertugas melayani Zubaidah, isteri Khalifah, yang mengasuh dan membesarkannya. Demi Tuhan, dia mengatakan pada majikannya tentang dirimu dan memohon padanya agar mengahwinkannya denganmu, tetapi Zubaidah berkata, “Aku tidak akan mengahwinkannya denganmu hingga aku mengetahui apakah dia kacak atau tidak, dan apakah dia sesuai untukmu atau tidak.” Aku akan membawamu ke istana sekarang juga, dan jika engkau berjaya memasukinya tanpa terlihat oleh sesiapa pun, engkau boleh mengahwini gadis itu, tetapi jika ketahuan, engkau akan kehilangan kepalamu. Bagaimana?”
Aku menyahut, “Aku bersiap sedia untuk pergi bersamamu.”
Lalu dia berkata, “Apabila malam tiba, pergilah ke masjid yang dibina oleh Zubaidah di sungai Tigris.”
Aku menyahut, “Baiklah.” Lalu aku pergi ke masjid, melakukan solat Isyak dan tidur di sebelah luar masjid. Sebelum fajar menyingsing, datanglah beberapa orang pelayan dalam sebuah perahu, dengan kotak-kotak kosong, yang mereka simpan di dekat masjid dan kemudian mereka pergi. Tetapi salah seorang di antara mereka tinggal di belakang, dan ketika aku mengamatinya lebih teliti, aku mendapati bahawa dia adalah si pengawal yang telah mendatangiku sebelum ini.
Tidak berapa lama muncul pula gadis itu dan segera mendekatiku. Aku bangkit menyalaminya, dan dia duduk bercakap-cakap denganku, dengan air mata bercucuran. Lalu dia mengarahkan aku masuk ke dalam salah sebuah kotak dan menguncinya dari luar. Tak lama kemudian para pelayan tadi kembali lagi dengan segala macam benda yang terus dimasukkannya ke dalam kotak-kotak itu hingga mereka selesai mengisinya semua dan menguncinya. Lalu mereka meletakkan kotak-kotak itu di dalam perahu dan mulai mengharungi sungai menuju istana Zubaidah.
Aku segera menyesali apa yang telah kulakukan, sambil berkata kepada diriku sendiri, “Demi Tuhan, celakalah aku,” dan terus menangis dan memohon kepada Tuhan untuk membebaskanku hingga perahu itu tiba di pintu gerbang istana khalifah. Lalu para pelayan itu mengangkat kotak-kotak tersebut, termasuk kotak di mana aku berada di dalamnya. Mereka membawanya melalui tepi sungai di mana para pengawal bertugas menjaga perahu hingga mereka sampai pada seorang pengawal yang nampaknya adalah pemimpin mereka. Ketua pengawal itu bangkit dari duduknya....
Tetapi fajar menyingsing. Abu Nawas terdiam, lalu sang Raja berkata, “Ceritamu benar-benar aneh dan indah!” Abu Nawas menjawab, “Esok malam ceritanya lagi menarik dan lagi indah.”
Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas memanggrl algojo dengan pedang di tangan. Abu Nawas memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja.
"Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?" kata kedua perempuan itu saling memandang. Kemudian Abu Nawas melanjutkan dialog.
"Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?"
"Tidak, bayi itu adalah anakku." kata kedua perempuan itu serentak.
"Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah maka saya terpaksa membelah bayi itu menjadi dua sama rata." kata Abu Nawas mengancam.
Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit histeris.
"Jangan, tolong jangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu." kata perempuan kedua. Abu Nawas tersenyum lega. Sekarang topeng mereka sudah terbuka. Abu Nawas segera mengambil bayi itu dan langsurig menyerahkan kepada perempuan kedua.
Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya. Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih. Apalagi di depan mata. Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan Abu Nawas. Dan .sebagai rasa terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan. Tetapi Abu Nawas menolak. la lebih senang menjadi rakyat biasa.
2. Isi Hati Sang Gadis
Malam berikutnya, sang Raja memerintahkan kepada Abu Nawas untuk meneruskan kisah-kisah aneh dan ajaib, yang menjadi kegemaran sang Raja untuk mendengarkannya. Abu Nawas menjawab, “Dengan senang hati, wahai raja yang baik dan bahagia...”
Dikisahkan, wahai sang Raja, pelayan itu menceritakan kepada raja Cina bahawa pemuda itu berkata:
Seminggu kemudian para pedagang mendatangiku, meminta wang mereka, tetapi aku merayu mereka agar menunggu hingga seminggu lagi. Seminggu kemudian gadis itu datang selepas Subuh, menaiki keldai betina dan diiringi oleh pengawal dan dua orang hamba.
Dia memberi salam padaku dan setelah duduk di dalam kedai, berkata, “Aku terlambat membawakanmu wang untuk kain-kain itu. Panggillah seorang penukar wang dan terimalah wang ini.”
Aku memanggil seorang penukar wang, dan menukarkan wang untuk diberikan kepada para pedagang. Lalu dia dan aku duduk bercakap-cakap hingga kedai-kedai buka, dan pada saat itulah aku membayar hutangku pada setiap pedagang. Lalu gadis itu berkata padaku, “Tuan, ambilkan aku ini dan itu.”
Aku segera mengambilkan apa-apa yang diinginkannya dari para pedagang, lalu dia mengambilnya dan pergi, tanpa mengucapkan sepatah kata pun mengenai pembayarannya. Aku mula menyesali apa yang telah kulakukan, sebab harga dari apa yang telah kubeli untuknya adalah seribu dinar, dan aku berkata kepada diri sendiri:
“Sungguh sukar! Dia memberiku lima ribu dirham tetapi telah mengambil barang seharga seribu dinar, sedangkan para pedagang itu berurusan denganku dalam soal pembayaran. Tidak ada kekuatan dan kekuasaan, kecuali di tangan Tuhan, Yang Maha Kuat, Yang Maha Kuasa. Wanita yang baru saja berurusan denganku ini pastilah seorang penipu, dan aku bahkan tidak meminta alamatnya.”
Dia pergi selama lebih dari sebulan, hingga para pedagang mula mendesakku untuk membayar wang mereka dan kerana sudah terlalu lama hingga aku sudah tidak lagi mengharapkan kedatangannya, aku mengumpulkan seluruh kekayaanku untuk kujual. Tetapi suatu hari, ketika aku sedang duduk dengan sedih dan kebingungan, gadis itu datang dan duduk di kedaiku sambil berkata, “Ambillah timbangan dan ambil wangmu.” Lalu dia memberikan padaku wang seribu dinar dan kami berbincang dengan bebas dan aku merasa terhibur lagi. Lalu dia bertanya padaku, “Apakah engkau mempunyai isteri?”
Aku menjawab sambil menangis, “Tidak, aku belum pernah menikah.”
Dia bertanya, “Mengapa engkau menangis?”
Aku menjawab, “Tidak apa-apa.” Lalu aku merayu pengawalnya agar menjadi perantaraku dengannya untuk menyatakan isi hatiku. Tetapi pengawal itu tertawa dan berkata, “Demi Tuhan, dia lebih mencintaimu daripada engkau mencintainya. Dia tidak memerlukan kain-kain yang dibelinya darimu, tetapi dia melakukan itu kerana terdorong oleh rasa cintanya padamu. Katakan sendiri kepadanya apa yang menjadi impianmu.”
Lalu aku mendekati pelayan gadis itu seraya berkata padanya, “Bermurah hatilah dan izinkan aku untuk mengatakan padamu apa yang ada di dalam benakku supaya engkau sampaikan kepada gadis itu.” Lalu aku mengatakan padanya apa yang menjadi hasrat di hatiku dan dia setuju untuk menyampaikannya pada gadis itu.
“Engkau harus menyampaikan pesanku padanya,” kataku sambil meneruskan, “Lakukan apa saja yang dia minta.”
Malam berlalu tetapi mataku tidak terpejam sedangkan hatiku terus memikirkan gadis itu. Beberapa hari kemudian si pengawal mendatangiku....
Tiba-tiba fajar pun menyingsing. Abu Nawas terdiam, lalu sang Raja berkata, “Ceritamu benar-benar aneh dan indah!” Abu Nawas menjawab, “Esok malam ceritanya lagi menarik dan lagi indah.”
3. Isteri Khalifah dan Kotak-kotak Ajaib
Malam berikutnya, sang Raja memerintahkan kepada Abu Nawas untuk meneruskan kisah-kisah aneh dan ajaib. Abu Nawas menjawab, “Dengan senang hati, wahai raja yang baik dan bahagia...”
Dikisahkan, wahai sang Raja, pelayan itu menceritakan kepada raja Cina bahawa pemuda itu berkata:
Ketika si pengawal itu datang, aku menyambutnya dengan mesra dan murah hati, dan ketika aku menyoalnya tentang majikannya, dia menjawab, “Dia sedang mabuk cinta kepadamu.”
Lalu aku bertanya padanya, “Siapakah sebenarnya gadis itu?”
Dia menjawab, “Dia salah seorang dayang yang bertugas melayani Zubaidah, isteri Khalifah, yang mengasuh dan membesarkannya. Demi Tuhan, dia mengatakan pada majikannya tentang dirimu dan memohon padanya agar mengahwinkannya denganmu, tetapi Zubaidah berkata, “Aku tidak akan mengahwinkannya denganmu hingga aku mengetahui apakah dia kacak atau tidak, dan apakah dia sesuai untukmu atau tidak.” Aku akan membawamu ke istana sekarang juga, dan jika engkau berjaya memasukinya tanpa terlihat oleh sesiapa pun, engkau boleh mengahwini gadis itu, tetapi jika ketahuan, engkau akan kehilangan kepalamu. Bagaimana?”
Aku menyahut, “Aku bersiap sedia untuk pergi bersamamu.”
Lalu dia berkata, “Apabila malam tiba, pergilah ke masjid yang dibina oleh Zubaidah di sungai Tigris.”
Aku menyahut, “Baiklah.” Lalu aku pergi ke masjid, melakukan solat Isyak dan tidur di sebelah luar masjid. Sebelum fajar menyingsing, datanglah beberapa orang pelayan dalam sebuah perahu, dengan kotak-kotak kosong, yang mereka simpan di dekat masjid dan kemudian mereka pergi. Tetapi salah seorang di antara mereka tinggal di belakang, dan ketika aku mengamatinya lebih teliti, aku mendapati bahawa dia adalah si pengawal yang telah mendatangiku sebelum ini.
Tidak berapa lama muncul pula gadis itu dan segera mendekatiku. Aku bangkit menyalaminya, dan dia duduk bercakap-cakap denganku, dengan air mata bercucuran. Lalu dia mengarahkan aku masuk ke dalam salah sebuah kotak dan menguncinya dari luar. Tak lama kemudian para pelayan tadi kembali lagi dengan segala macam benda yang terus dimasukkannya ke dalam kotak-kotak itu hingga mereka selesai mengisinya semua dan menguncinya. Lalu mereka meletakkan kotak-kotak itu di dalam perahu dan mulai mengharungi sungai menuju istana Zubaidah.
Aku segera menyesali apa yang telah kulakukan, sambil berkata kepada diriku sendiri, “Demi Tuhan, celakalah aku,” dan terus menangis dan memohon kepada Tuhan untuk membebaskanku hingga perahu itu tiba di pintu gerbang istana khalifah. Lalu para pelayan itu mengangkat kotak-kotak tersebut, termasuk kotak di mana aku berada di dalamnya. Mereka membawanya melalui tepi sungai di mana para pengawal bertugas menjaga perahu hingga mereka sampai pada seorang pengawal yang nampaknya adalah pemimpin mereka. Ketua pengawal itu bangkit dari duduknya....
Tetapi fajar menyingsing. Abu Nawas terdiam, lalu sang Raja berkata, “Ceritamu benar-benar aneh dan indah!” Abu Nawas menjawab, “Esok malam ceritanya lagi menarik dan lagi indah.”
0 comments:
Post a Comment